Kamis, 12 Oktober 2017

Sejarah Perbankan Syariah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di zaman Nabi SAW belum ada institusi bank, tetapi ajaran Islam sudah memberikan prinsip prinsip dan filosofi dasar yang harus dijadikan pedoman dalam aktifitas perdagangan dan perekonomian. Karena itu, dalam menghadapi masalah muamalah kontemporer yang harus dilakukan hanyalah mengidentifikasi prinsip-prinsip dan filosofi dasar ajaran Islam dalam bidang ekonomi, dan kemudian mengidentifkasi semua hal yang dilarang. Setelah kedua hal ini dilakukan, maka kita dapat melakukan inovasi dan kreativitas (ijtihad) seluas-luasnya untuk memecahkan segala persoalan muamalah kontemporer, termasuk persoalan perbankan.
Namun, sebelum “proses ijtihad” dalam persoalan perbankan ini kita lakukan, kita sebaiknya mengetahui terlebih dahulu bagaimana sejarah terbentuknya perbankan syariah di dunia internasional serta bagaimana perkembangan bank syariah di dunia internasional.

B.     Rumusan Masalah
1.  Apa yang dimaksud dengan Bank Syariah itu ?
2.  Bagaimana berdirinya Bank Syariah dalam Islam ?
3. Bagaimana Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia Internasional ?
C.     Tujuan Makalah
1.      Mengetahui dan memahami apa itu Bank Syariah
2.      Mengetahui berdirinya Bank Syariah dalam Islam.













BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Bank Syariah
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank).[1] Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya untuk kepentingan tulisan ini disingkat UUPI), membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 UUPI memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Disamping dilibatkannya Hukum Islam dan pembebasan transaksi dari mekanisme bunga (interest free), posisi unik lainnya dari Bank Syariah dibandingkan dengan bank konvensional adalah diperbolehkannya Bank Syariah melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance dan perdagangan (trading). Hal ini berkenaan dengan sifat dasar transaksi Bank Syariah yang merupakan investasi dan jual beli serta sangat beragamnya pelaksanaan pembiayaan yang dapat dilakukan Bank Syariah, seperti pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual beli), ijarah (sewa) atau ijarah wa iqtina (sewa beli) dan lain-lain.
Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya, menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat di terapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat.

B.     Latar Belakang Berdirinya Bank Syariah dalam Islam.

Islam di dalam suatu kota besar yang dianggap sebagai salah satu dari tempat yang heterogen dan yang paling rumit di wilayah Arab. Masyarakat telah tumbuh diluar pembatasan suku bangsa dan kaum untuk membangun kompleksitas dalam hal ekonomi dan politik. Selama itu kota besar menjadi makmur dengan bisnis di dalam pinjaman dengan jumlah beban biaya yang lebih besar.[2] Pada awalnya pembentukan bank Islam banyak diragukan karena beberapa alasan. Pertama, banyak orang yang beranggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga (interest free) adalah suatu yang tidak mungkin dan tidak lazim. Kedua, keraguan tentang bagaimana bank Islam akan membiayai operasionalnya.[3] Meskipun begitu terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa pengembangan dari sistem perbankan Islam berjalan dan mulai ada dari zamanmya Nabi dan Sahabat, Bani Umayyah dan Bani Abassiyah, dan di Masa Eropa. [4]

C.     Sejarah dan Perkembangan Bank Syariah di Dunia Internasional.

1.      Mit Ghamr Bank
Yang dapat disebut sebagai bank Islam yang pertama kali berdiri di dunia modern pada tahun 1963 adalah Mit Ghamr Bank yang berlokasi di sepanjang delta Sungai Nil Mesir dan dibina oleh Prof. Dr. Ahmad Najjar. Mit Ghamr Bank ini tidak mengatasnamakan sistem Islam dalam pelaksanaannya, melainkan bahasa yang dipakai adalah bank dengan sistem bagi hasil. Hal ini dikarenakan kekhawatiran akan disangka sebagai bagian dari Islam fundamentalist yang ditakuti oleh kekuatan politik yang sedang berkuasa saat itu.
Mit Ghamr Bank ini beroperasi sebagai rural-social bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) yang hanya terbatas di pedesaan dan berskala kecil. Bentuk kegiatannya adalah menerima simpanan dari nasabah dan kemudian menginvestasikannya ke dalam dunia perdagangan dan industri, baik secara langsung maupun dengan sistem partnership melalui pihak ketiga, kemudian membagi keuntungan yang didapatkan dengan nasabah pemilik dana. Oleh karena itu, bank ini lebih berfungsi sebagai saving investment bank daripada sebagai bank komersial.
Kemudian pada tahun 1972, proyek Mit Ghamr Savings menjadi suatu bagian dalam Nasr Social Bank yang masih beroperasi di Mesir sampai saat ini. Mit Ghamr Bank ini mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan sistem finansial dan ekonomi Islam, terutama Perbankan Islam.

2.      Islamic Development Bank (IDB)
Proposal pendirian Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam pertama kali diajukan oleh Mesir pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan bulan Desember 1970. Proposal tersebut dikaji oleh para ahli dari delapan belas negara Islam.
Isi proposal tersebut adalah bahwa sistem keuangan yang berdasarkan bunga digantikan dengan sistem kerja sama yang menggunakan skema bagi hasil baik keuntungan maupun kerugian (profit loss sharing). Lebih terperinci lagi, proposal tersebut mengusulkan untuk :
a.       Mengatur transaksi komersial antarnegara Islam.
b.      Mengatur institusi pembangunan dan investasi.
c.       Merumuskan masalah transfer, kliring, serta settlement antarbank sentral di negara Islam sebagai langkah awal menuju terbentuknya sistem ekonomi yang terpadu.
d.      Membantu mendirikan institusi sejenis bank sentral syariah di negara Islam.
e.       Mendukung upaya-upaya bank sentral di negara-negara Islam dalam hal pelaksanaan     kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan kerangka kerja Islam.
f.       Mengatur administrasi dan mendayagunakan dana zakat.
g.      Mengatur kelebihan likuiditas bank-bank sentral negara Islam.
Selain itu, diusulkan juga untuk membentuk Badan Investasi dan Pembangunan Negara-negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries) yang berfungsi :
1)      Mengatur investasi modal Islam.
2)      Menyeimbangkan antara investasi dan pembangunan di negara Islam.
3)      Memilih sektor yang cocok untuk investasi dan mengatur penelitiannya.
4)      Memberi saran dan bantuan teknis bagi proyek-proyek yang dirancang untuk investasi regional di negara-negara Islam.
Proposal tersebut juga mengusulkan Asosiasi Bank-Bank Islam (Association of Islamic Bank) sebagai badan konsultatif yang bertugas diantaranya untuk menyediakan bantuan teknis bagi negara-negara Islam yang ingin mendirikan bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya. Bentuk dukungan teknis itu dapat berupa pengiriman para ahli ke negara tersebut, sosialisasi sistem perbankan Islam, dan saling tukar informasi dan pengalaman antar negara-negara Islam.
Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya bulan Maret 1973 diagendakan untuk membahas proposal tersebut lebih jauh yang diadakan pada bulan Juli 1973 di Jeddah yang diikuti oleh komite ahli yang mewakili negara-negara penghasil minyak yang telah dibentuk sebelumnya. Kemudian anggaran dasar dan anggaran rumah tangga pendirian bank tersebut dibahas pada pertemuan kedua bulan Mei 1974.
Akhirnya pada Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah tahun 1975 berhasil disetujui rancangan pendirian Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 miliar dinar Islam yang beranggotakan semua negara anggota OKI. Modal awal tersebut sebagian besar berasal dari negara-negara Saudi Arabia, Kuwait, Libya, United Arab Emirates and Iran. Dan ditetapkan kantor pusat (headquarters) IDB berada di Jeddah, Saudi Arabia.
Pada tahun-tahun awal beroperasi, IDB mengalami banyak hambatan karena masalah politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya semakin meningkat dari awalnya sebanyak 22 menjadi 56 negara pada tahun 2008. IDB juga terbukti mampu memegang peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan negara Islam untuk pembangunan. Bank ini memberikan pinjaman bebas bunga untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan kepada negara anggota berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. Dana yang tidak dibutuhkan dengan segera digunakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang dengan menggunakan sistem murabahah dan ijarah. Kemudian IDB juga melakukan interaksi dengan institusi keuangan internasional dan regional lainnya seperti International Monetary Fund (IMF), The World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan lain-lain.

3.      Islamic Research and Training Institute
IDB juga membantu mendirikan bank-bank Islam di berbagai negara. Untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, institusi ini membangun sebuah institut riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini disingkat IRTI (Islamic Research and Training Institute).


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bank syariah memiliki sejarah dalam perkembangan di dunia internasional. Perkembangan lembaga keuangan Islam dimulai dengan berdirinya rural social bank yaitu Mit Gamr Bank di Mesir yang dilanjutkan dengan ide pendirian Islamic Development Bank pada sidang OKI lima tahun kemudian, di Jeddah pada tahun 1975. Sidang mentri keuangan Negara OKI tersebut menyetujui pendirian Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank dengan modal awal 2 miliar dinar Islam atau ekuivalen dengan 2 miliar SDR (special Drawing Right). Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank Islam tumbuh dengan sangat pesat.

B.     Saran
Penulis mengharapkan hendaknya kita mengetahui sejarah dan perkembangan perbankan syari’ah dan dengan lahirnya bank syariah ini, masyarakat Islam yang tadinya enggan berhubungan dengan bank, akan merasa terpanggil untuk berhubungan dengan bank syariah, ikhtiar ini akan sekaligus mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomis, berperilaku bisnis dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

















DAFTAR PUSTAKA
Usman, Rachmadi. 2012. Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Rivai, Veithzal & Arvian Arifin. 2010.  Islamic Banking. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Yasin, Nur. 2009.  Hukum Ekonomi Islam. Malang: UIN Malang Press.
H.A. Djazuli, Yadi Janwari. 2002. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Slamat, Dahlan. 2005.  Manajemen Lembaga Keuangan, Kebijakan Moneter dan Perbankan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Chapra, M. Umer. 2008. Regulasi & Pengawasan Bank Syariah. Jakarta: Bumi Aksara.







[1] Rachmadi Usman, S.H., M.H., Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 33
[2]Veithzal Rivai & Arvian Arifin, Islamic Banking, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010 hlm. 132.
[3] Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islam, Malang: UIN Malang Press, , 2009, hlm. 131.

[4]Veithzal Rivai & Arvian Arifin,Op.Cit, hlm. 132

1 komentar:

  1. Coin Casino UK Review - No Deposit Bonus Code for 2021
    Claim the Coin Casino bonus 인카지노 and try the best welcome bonuses choegocasino on this page. Click 제왕카지노 to claim your welcome bonus. Rating: 4.5 · ‎Review by Casinoowed

    BalasHapus